Penulis: Tere-Liye
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Jenis Buku: Fiksi
Cetakan: 6 (April-2012)
Tebal Buku: 298 halaman
ISBN: 978-979-22-6905-5
Dam ialah seorang anak yang dibesarkan dengan kisah-kisah inspiratif yang diceritakan oleh Ayahnya. Kisah itu diceritakan Ayahnya seperti memang Ayahnya sendiri yang mengalaminya. Saking inspiratif dan menakjubkannya kisah itu seperti dongeng dan tak mungkin terjadi apalagi Ayahnya sendiri yang mengalaminya.
Beberapa kisah yang Ayahnya ceritakan yaitu: pertemanan Ayahnya dengan pemain sepak bola dunia yang dikenal sebagai Kapten. Kapten adalah idola Dam sejak kecil. Kisah lainnya yaitu Suku Penguasa Angin dan layang-layang raksasanya yang dijajah oleh Sang Penjajah.
"Mereka tidak takut mati membela kehormatan, tetapi buat apa? Suku Penguasa Angin terlalu bijak untuk melawan kekerasan dengan kekerasan, membalas penghinaan dengan penghinaan. Apa bedanya kau dengan penjajah jika sama-sama saling menzalimi, saling merendahkan? Suku Penguasa Angin pun memutuskan akan menjaga kebijakan hidup mereka selama mungkin. Mendidik anak-anak mereka untuk mencintai alam, hidup bersahaja. Rasa benci yang justru menjadi semangat, menjadi keyakinan mereka akan bertahan lebih lama dibandingkan keserakahan penjajah. Keyakinan bahwa suku mereka akan bertahan lebih lama dibandingkan rasa tamak dan bengis."Dan akhirnya...
"Mereka memenangkan pertempuran melawan mereka sendiri, melawan rasa tidak sabar, menundukan marah dan kekerasan hati."
Petualangan Ayahnya Dam menemukan Lembah Bukhara, apel emas, dan bertemu dengan Alim Khan yang menjelaskan pemahaman hidup yang sederhana, kerja keras, selalu pandai bersyukur, dan saling membantu.
"Menguyah apel itu tentu saja tidak membuat kau berumur panjang tapi bisa melapangkan hati yang sempit dan menjernihkan pikiran yang kotor."
Ayah Dam yang berteman dengan seorang hakim di luar negeri, yang terkenal bijak, menguasai banyak ilmu, dan dikenal dengan julukan si Raja Tidur.
"...tentang pengorbanan, keteguhan hati. Kisah ketika kau tetap mendayung sampan sendirian di tengah yang sungai yang dipenuhi beban kesedihan, tangis, dan darah tercecer dimana-mana, ketika kau terus maju mendayung bukan karena tidak bisa kembali, tapi meyakini itu akan membawa janji masa depan yang lebih baik untuk generasi berikutnya, apapun harganya."
Umur, akal, dan kedewasaan Dam yang terus tumbuh membuat Dam berulangkali berpikir lalu mempertanyakan kebenaran kisah Ayahnya dan bahwa kisah-kisah yang Ayahnya ceritakan adalah suatu kebohongan belaka, pelarian atas kehidupan Ayahnya yang biasa saja serta hanya sebatas dongeng yang ada di buku-buku cerita. Meskipun ayahnya, seorang pegawai sederhana, ramah, dan tekenal seorang yang jujur di lingkungan masyarakatnya. Dam tetap tak percaya, akal sehatnya menolak kebenaran tersebut dan ia slalu mempertanyakan pada Ayahnya hingga berujung pada pertengkaran besar pasca kematian Ibunya. Setelah dewasa dan berkeluarga pun Dam slalu mencoba menjauhkan Ayahnya dengan kisah-kisah bohongnya dari cucu-cucunya, apapun caranya.
Di akhir novel ini, Dam pun mulai menyadari bahwa cerita-cerita Ayahnya adalah cara ia mendidiknya agar tumbuh menjadi anak yang baik, memiliki pemahaman hidup yang berbeda. Cerita Ayahnya adalah hadiah, hiburan, dan permainan terbaik yang diberikan Ayahnya. Cerita Ayahnya adalah sumber semangat ketika ia menjuarai pertandingan renang, sumber awal pertemanannya dengan musuh bebuyutannya, Jarjit, sumber isnpirasinya dalam berkarya sebagai seorang arsitek, dan sumber dalam mengisi dan memaknai kehidupannya.
"Hidup sederhana, apa adanya adalah jalan tercepat untuk melatih hati di tengah riuh rendah kehidupan hari ini. Memiliki hati yang lapang dan dalam adalah konkret dan menyenangkan, ketika kita bisa berdiri dengan seluruh kebahagiaan hidup, menatap kesibukan di sekitar, dan melewati hari-hari berjalan bersama keluarga tercinta."
Dan sayangnya sejak kecil saya tidak tumbuh dengan kisah-kisah itu namun kesederhanaan yang orang tua saya ajarkan dan kisah lain yang tak kalah inspiratifnya serta lingkungan yang mendukung menjadikan saya seperti ini. Saya pun berharap semoga bangsa Indonesia khususnya generasi-generasi penerus bangsa sejak kecilnya di didik dengan kisah inspiratif seperti buku diatas dan tidak dijejali dengan acara-acara TV atau sinetron atau gosip atau apapun yang seharusnya tidak mereka dengar, lihat, dan alami sebelum waktunya.
No comments:
Post a Comment